iklan test

Jumat, April 21, 2006

Dari Warnet ke Warnet :D

Selama seminggu di Jakarta, saya mencoba untuk mengunjungi beberapa warnet. Maklum aja, sebagai orang yang terjajah teknologi terutama teknologi internet :p warnet merupakan sarana yang paling pas untuk online selain dari rumah via telkomnet instan yang mahal itu :D

Dari beberapa warnet yang saya kunjungi, ada beberapa catatan yang saya beberkan di tulisan ini. Yang jelas ada warnet yang bagus, cukup bagus, hingga yang mengecewakan.

Warnet yang pertama saya kunjungi lokasinya di Radio Dalam, koneksinya menggunakan wireless dan bagus (baca: cepat) komputer juga bagus. Waktu saya menanyakan apakah saya bisa menggunakan notebook, si operator mengatakan tidak bisa. Saya melihat kebingungan sepersekian detik :p tapi dengan pandai dia mengatakan “tidak bisa mas, gak ada kabel yg tersedia” dan saya kira itu lebih baik daripada operator warnet berikut yang saya datangi esok harinya di daerah Ciputat / UIN yang membiarkan saya menunggu selama 5 menit hanya untuk menunggu seorang teknisi yang cuma bisa cengengesan dan mengatakan “tidak bisa” dan si operator hanya sibuk dengan layar chattingnya. Owner warnet, anda semuanya harus menegur dengan keras operator anda yang cuma sibuk chatting pada saat jam kerja.

Di warnet yang ketiga, sang operator memberikan kesempatan bagi saya untuk mencolokkan kabel UTP ke port LAN di notebook tapi sayang sekali…, si operator mengira cukup dengan mencolokkan kabel ke notebook maka semua bisa jalan. padahal saya masih memerlukan informasi IP address, gateway dan DNS :( dan setelah melihat sang operator tidak bisa membantu sama sekali, saya menyerah dan membuka terminal lain dan pada saat itu saya sadar jika koneksi internet lagi putus!!!!

Dengan putus asa, akhirnya saya menuju warnet teman saya sendiri di daerah Kelapa Dua (Depok). Disana tentu saja saya bisa menyambung notebook dengan lancar tanpa halangan, si owner juga tau informasi apa yang saya perlukan untuk setting tcp/ip pada notebook ( sejujurnya tetap saja saya menganggap dia perlu memasang servis DHCP daripada repot ngurusin IP Address untuk 30 PC ) apakah problem saya selesai? Ternyata belum. Dari warnet teman saya tersebut, saya tidak mem”POP” email maupun mengakses email saya via web. Saya cek dengan admin ISP di Makassar tidak ada masalah dengan email server dan web server mereka ( Sorry Dani, saya ngerepotin jam 4 pagi :D ) saya harus nyari proxy anonymous dulu untuk bisa mengakses via web. 3 POP mail saya tetap tidak bisa di akses.

Hari ini, saya jalan2 di Blok M Plaza dan melihat sebuah warnet di Mall tersebut. Isinya penuh, saya harus menunggu sebentar untuk mendapatkan tempat dan ketika mengklik “start” pada billing. surprise!!! it’s a Linux :D menyenangkan :) dan aksesnya cepat, saya mengakses email, yahoo mail, gmail, chatting sebentar dengan teman-teman di Makassar. tarifnya Rp 4000/30 menit. Mahal? Dengan kecepatan seperti ini, saya tidak merasa mahal sebab saya bisa mengecek ke tiga web mail dengan cepat dan tidak perlu menunggu lama sehingga 30 menit itu benar-benar efisien. Ketika mencoba bertanya ke Operator mengenai distro yang di gunakan, dia berkata bahwa mereka menggunakan berbagai distro ( ubuntu, Lex dll ).

Untuk warnetters ( warnet owner’s), apa yang saya tulis ini adalah pendapat pribadi yang tentu saja berdasarkan kebutuhan saya mengenai akses internet. Apakah semua user seperti saya? Sudah tentu tidak. Tapi saya kira catatan mengenai sikap, pelayanan dan pengetahuan Operator sangat mempengaruhi kepuasan user. di warnet yang kedua saya sangat kecewa karena di biarkan menunggu oleh operator yang tidak bisa memalingkan muka sedetik pun dari monitor. di warnet yang ketiga, walaupun kecewa tapi usaha sang operator untuk melayani saya sebaik mungkin cukup mengobati rasa kecewa dan saya akhirnya menyalahkan koneksi yang putus :p

Minggu, April 16, 2006

Ketika Kebijakan Memakan Pembuat Kebijakan

Hari ini saya berkesempatan untuk berbincang-bincang dengan seorang perwira tinggi di ruang kerjanya. Kesempatan yang jarang. Dari perbincangan singkat itu, saya menangkap jika beliau mengerti benar bagaimana kecepatan memperoleh informasi sangat membantu tugas beliau dalam mengungkap kejahatan dan membekuk pelaku kejahatan istimewa/luar biasa.

Tapi catatan ini bukanlah mengenai hal itu. Dari perbincangan itu, saya menangkap kenyataan bahwa kebijaksanaan infrastruktur telekomunikasi data kita bukan hanya menyusahkan rakyat karena menghasilkan biaya yang (sangat) tinggi namun pada akhirnya memakan pihak pemerintah juga si pembuat kebijakan.

Mengapa saya katakan seperti itu? Begini, lembaga yang di kelola perwira tinggi tersebut ingin mengkoneksikan banyak titik penting yang perlu bagi kelancaran tugas lembaga tersebut. Tapi kelihatannya keinginan beliau terhalang oleh mahalnya biaya koneksi tersebut. Yang lebih menyedihkan adalah: ketika permintaan koneksi data tersebut adalah nyata untuk kepentingan negara dan isinya, tetap saja tidak ada solusi yang tersedia.

Mahalnya koneksi tersebut bahkan sudah sampai pada tahap yang membahayakan, karena yang terjadi adalah: Bahkan lembaga pemerintah pun akhirnya terbelenggu oleh mahalnya biaya komunikasi data, sehingga sebuah lembaga yang tugasnya (sangat) penting bagi negara ini harus “pontang panting” demi sebuah koneksi data.

Kebijaksanaan infrastruktur komunikasi data harus segera direvisi dan dipertimbangkan fungsinya bagi pencerdasan bangsa dan kepentingan negara lainnya. Menghambat komunikasi melalui biaya (sangat) mahal sama saja membiarkan bangsa ini tenggelam dalam keterbatasan informasi dan pada akhirnya menghalangi kemajuan dan kemampuan bangsa ini dalam menghadapi tantangan tantangan zaman dan masa depan demi sebuah angka keuntungan yang sebagian (besar?) malah jatuh ke pihak asing.

Jakarta, 14 April 2006