Hari ini ( Selasa 13 Februari 2007 ) harian Bisnis Indonesia menuliskan sebuah berita mengenai warnet dengan judul Warnet yang izinkan konten porno terancam pidana . Isi berita adalah mengenai rancangan peraturan Menteri Kominfo mengenai denda yang akan diterapkan pada penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi. Pada peraturan tersebut wartel dan warnet juga terancam sanksi denda yang akan diterapkan tidak lama lagi.
Soal menghalangi akses ke konten judi online maupun pornografi saya pribadi sangat mendukung aturan ini. Tetapi dalam prakteknya nanti perlu dicermati baik baik. Karena secara teknis menempatkan tanggung jawab filter pada warnet apakah sebuah aturan yang bijak? Jika ingin jujur, tidak semua warnet memiliki sumber daya manusia dan finansial untuk membuat filter bagi kedua konten terlarang tersebut.
Apalagi jika aturan ini dilapangan dijadikan ATM baru bagi aparat. Sudah bukan rahasia lagi jika sweeping warnet atas dasar UU HAKI di lapangan banyak menjadi sumber pemerasan bagi warnet warnet. Jika ditambah dengan aturan ini maka Pemerintah ( dalam hal ini Kementrian Kominfo ) sebaiknya menempatkan tanggung jawab tersebut pada sisi Penyedia Jasa Internet. Alasannya : PJI memiliki kemampuan lebih baik dalam hal kemampuan sumber daya manusia maupun kemampuan finansial untuk melakukan filter terhadap konten judi dan pornografi.
Alasan lain adalah: konten pornografi berkembang secara luar biasa di internet, filter secanggih apa pun saat ini tidak mampu secara penuh menghalangi akses ke konten tersebut. Akses ke konten porno ini bahkan dapat dinikmati melalui situs situs terkenal seperti google, yahoo, youtube, bahkan situs jaring sosial seperti friendster dan hi5 tidak lolos dari konten pornografi. Juga Situs blog gratis seperti blogspot digunakan juga oleh sebagian orang sebagai tempat menyimpan konten pornografi. Apakah semua situs itu akan kita filter?
Bagaimana jika sebuah warnet memasang filter dan ternyata konten tersebut tetap lolos? Adilkah jika sebuah warnet di denda karena sebuah konten yang tumbuh hingga ratusan ribu situs baru tiap harinya lolos dari filter dan di akses secara tidak sengaja oleh seorang user?
Jika sebuah warnet terbukti memakai konten pornografi sebagai faktor untuk menarik pelanggan misalnya dengan menyediakan file server berisi konten pornografi maka sudah sewajarnya warnet tersebut di hukum TAPI apakah adil karena satu atau dua warnet melakukan hal tersebut maka semua warnet di Indonesia harus dibebani membuat sebuah sistem untuk memfilter konten?
Filter Pornografi dan Judi itu harus berada pada sisi Penyelenggara Jasa Internet, bahkan seharusnya jika konten terlarang tersebut bisa di akses di warnet maka yang seharusnya dilakukan adalah: Pemilik warnet semestinya menuntut ke PJI mengapa konten tersebut bisa sampai tersalur ke warnet yang bersangkutan.
Konten pornografi sendiri bukanlah konten yang disukai oleh warnet sebab konten ini cenderung menghabiskan jatah bandwidth yang terbatas. Naif sekali selalu menghubungkan pornografi di internet dengan warnet, ini adalah sebuah stigma yang tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh media, kenyataannya pornografi lebih mudah tersebar melalui Ponsel, lapak DVD pinggir jalan dan pertokoan di Glodok daripada melalui warnet. Buat apa susah susah mencari pornografi di warnet jika dengan biaya yang lebih sedikit bisa membeli banyak DVD porno?
Soal menghalangi akses ke konten judi online maupun pornografi saya pribadi sangat mendukung aturan ini. Tetapi dalam prakteknya nanti perlu dicermati baik baik. Karena secara teknis menempatkan tanggung jawab filter pada warnet apakah sebuah aturan yang bijak? Jika ingin jujur, tidak semua warnet memiliki sumber daya manusia dan finansial untuk membuat filter bagi kedua konten terlarang tersebut.
Apalagi jika aturan ini dilapangan dijadikan ATM baru bagi aparat. Sudah bukan rahasia lagi jika sweeping warnet atas dasar UU HAKI di lapangan banyak menjadi sumber pemerasan bagi warnet warnet. Jika ditambah dengan aturan ini maka Pemerintah ( dalam hal ini Kementrian Kominfo ) sebaiknya menempatkan tanggung jawab tersebut pada sisi Penyedia Jasa Internet. Alasannya : PJI memiliki kemampuan lebih baik dalam hal kemampuan sumber daya manusia maupun kemampuan finansial untuk melakukan filter terhadap konten judi dan pornografi.
Alasan lain adalah: konten pornografi berkembang secara luar biasa di internet, filter secanggih apa pun saat ini tidak mampu secara penuh menghalangi akses ke konten tersebut. Akses ke konten porno ini bahkan dapat dinikmati melalui situs situs terkenal seperti google, yahoo, youtube, bahkan situs jaring sosial seperti friendster dan hi5 tidak lolos dari konten pornografi. Juga Situs blog gratis seperti blogspot digunakan juga oleh sebagian orang sebagai tempat menyimpan konten pornografi. Apakah semua situs itu akan kita filter?
Bagaimana jika sebuah warnet memasang filter dan ternyata konten tersebut tetap lolos? Adilkah jika sebuah warnet di denda karena sebuah konten yang tumbuh hingga ratusan ribu situs baru tiap harinya lolos dari filter dan di akses secara tidak sengaja oleh seorang user?
Jika sebuah warnet terbukti memakai konten pornografi sebagai faktor untuk menarik pelanggan misalnya dengan menyediakan file server berisi konten pornografi maka sudah sewajarnya warnet tersebut di hukum TAPI apakah adil karena satu atau dua warnet melakukan hal tersebut maka semua warnet di Indonesia harus dibebani membuat sebuah sistem untuk memfilter konten?
Filter Pornografi dan Judi itu harus berada pada sisi Penyelenggara Jasa Internet, bahkan seharusnya jika konten terlarang tersebut bisa di akses di warnet maka yang seharusnya dilakukan adalah: Pemilik warnet semestinya menuntut ke PJI mengapa konten tersebut bisa sampai tersalur ke warnet yang bersangkutan.
Konten pornografi sendiri bukanlah konten yang disukai oleh warnet sebab konten ini cenderung menghabiskan jatah bandwidth yang terbatas. Naif sekali selalu menghubungkan pornografi di internet dengan warnet, ini adalah sebuah stigma yang tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh media, kenyataannya pornografi lebih mudah tersebar melalui Ponsel, lapak DVD pinggir jalan dan pertokoan di Glodok daripada melalui warnet. Buat apa susah susah mencari pornografi di warnet jika dengan biaya yang lebih sedikit bisa membeli banyak DVD porno?
6 komentar:
Misalkan sebuah situs porno tak menggunakan domain yang mencurigakan, bahkan metaname dan lainnya pun manis (termasuk judul gambar, bahkan teks), karena lebih mementingkan foto dan video, lantas ada orang kesasar, apakah warnet juga harus bertanggung jawab?
Paling bagus tuh kontrol sosial. Di beberapa negeri sono, internet cafenya nggak pake booth. Malah di easyeverything yang kesebar di Eropa, orang bisa melongok monitor LCD di sebelah (kalau tak malu).
Ninggal KTP di loket, ngisi buku tamu, itu bukan jaminan aman. Begitu pula filtering. Kalau terjadi hal buruk (carding? hacking? petunjuk merakit bom?) ya itu gimana pinter2nya reserse/intel untuk mengais info dari log di server. Itu pun ada batasnya, perlu regulasi, supaya privasi warga nggak terganggu. Kalau setiap warnet harus menyerahkan log, waduh... jadi negeri 1984-nya Orwell.
Saya mikir, kalau Menkominfo diminta kasih tahu cara menghalangi content porno secara full kira-kira bisa nggak ya ? Lha, Google aza bisa digunakan buat pencarian gambar kok.
BTW, bagi rekan Warnet, mungkin esensi kekhawatiran bapak-bapak di Depkominfo yang perlu dicermati, Win.
Pilihan yang tersisa memang mengkondisikan warnet agar pengunjung yang datang malu dengan sendirinya kalau membuka content porno. Nggak usah takut kehilangan pelanggan. Toh pelanggan yang seneng pornografi masih lebih sedikit dari yang bertujuan non pornografi (eh, apa saya salah ya :-D)
Kalau konten filternya terlalu 'sangar' sampai-sampai memblokir situs-situs yang seharusnya tidak diblokir bagaimana dong. Value dari menggunakan warnet tersebut menjadi berkurang bukan?
Saya rasa pemfilteran akses itu sesuatu yang sulit untuk didapatkan. Definisi pornografi saja tidak jelas. Tetapi saya setuju atas saran paman tyo untuk menggunakan kontrol sosial. Rasanya sebagian orang Indonesia masih cukup punya malu bila hasil browsing pornonya dilirik orang lain.
Pemikiran saya sejalan dengan Paman Tyo, vavai dan ak, filtering yang dibebankan kepada warnet adalah sebuah aturan yang sulit dan memberatkan Warnet. Selain itu celah ini bisa dimanfaatkan oleh aparat. Kecuali 90% aparat itu Moralnya bersih silahkan saja. Tapi kita harus jujur melihat kondisi aparat kita.
daripada repot-repot mem-filter konten pornografi, kenapa gak pake kontrol sosial aja? misalnya gerai warnet dibuat untuk terbuka sesama user. Ini pasti mengena banget kok ;)
@Paman Tyo : dengan paman ini saya setuju banget !!!! kalo perlu dibongkar ke atasanyya sekalian, soalny dari sumber aparat sendiri ada yang mengatakan kalo aparat bagian bawah disuruh nyetor ke atasan...nah kalo yang begini aparat ato KEPARAT ??????
Posting Komentar